Cerpen-PKIDalamAngkot-

"PKI DALAM ANGKOT"
(oleh : Nida Sopiah Zulfa)
  Jam kuliah bubar lebih awal. Ah.. panas sekali hari ini. Aku segera pulang saja, rasanya lelah hari ini. Angkot penuh sesak dengan manusia, keranjang-keranjang dan karung-karung yang kosong dan berisi. Kantong pelastik punya ibu gendut itu bentuk isinya seperti beras dan macam belanjaan dapur. Beda dengan Pak Tua itu, badannya agak ceking, bajunya kotor dan compang-camping, ia mengais karung kecil berisi daun singkong agak layu. Hari panas, orang-orang  dan makanan dalam bungkus keringatan, angkot jadi bau keringat dan terasi. Sesekali aku palingkan kepala ke ambang jendela yang terbuka, menghirup angin liar penuh debu kendaraan, wajahku lengket bak oli bocor. Ah.. Ciamis bagai jakarta saja. Aku jadi ingat yang di kisahkan Idrus, keadaanya hampir persis saat TREM yang sesak.
  Kembali ku perhatikan orang-orang dalam angkot nomor 10, di depanku duduk seorang perempuan yang terbilang masih muda memangku anak kecil kira-kira 6th. Namapaknya, anak itu tidak bisa diam, ia terus menyebut setiap benda dan tempat yang ia lihat dari balik jendela angkot.
"Mah.. itu orang gila" tunjuk si anak ke seberang jalan, tangannya menjalar keluar jendela, disana memang ada orang yang duduk di depan KODIM, matanya spontan memperhatikan anak kecil ini. Bajunya tidak beraturan, rambut gondrongnya kusut sekali, dan kulitnya seperti tidak pernah terurus, ia duduk merangkul lututnya di bawah terik matahari yang panas. Jelas saja anak ini memanggil ia orang gila.
  "Hus, jangan di tunjuk" ucap sang ibu pada anaknya.
  "Kenapa mah? Kenapa nggak boleh di tunjuk?" Anak itu dengan polos memperhatikan wajah ibunya.
  "Orang gila itu jahat! dia PKI, di dalam saku celananya ada pisau yang tajam. Kamu jangan macam-macam nanti di bunuh loh" ekspresi ibunya begitu meyakinkan. Anak kecil itu mengangkat-ngangkat bahunya tanda ketakutan.
  " Ah si ibu.. PKI nya jangan di sebut, anak kecil gak bakal ngerti soal PKI" ucap supir angkot. Ia tertawa jahat.
  " Manusia gak punya akal sekarangmah pak, mau saja jadi anggota PKI. Ibunya tidak memberi tahu betapa dosanya membunuh orang". Sambung seorang laki-laki berpeci putih, yang duduk sejajar dengan supir itu.
    "Namanya juga gila, yang gila aja nggak ngerti PKI  haha" lirih hatiku yang masih menyimak.
    "Ah.. zaman sekarangmah mau ke WC untuk buang hajat saja susah! Nggak beda jauh dengan zaman Walanda (Belanda)" ungkap Pak Tua yang masih merangkul karung daun singkongnya.
    "Waktu lalu di Cipasung dua orang gila di tangkap katanya. Tapi di Ciamis ada enggak kabarnya?, di Facebook juga banyak berita-berita PKI, untung saya supir angkot, bukan kiyai sama ulama"
     "Ah.. tetap saja harus di awasi. Kita juga butuh kyai. Kalau tidak ada kyai makin rusak saja alam dunia" Balas bapak Tua.
     "Betul pak, tapi di fikir-fikir apa-apan? Kita fokus saja cari uang. Keterlaluan di Desa saya kabeh ngajagaan kyai". Ucap Pak Supir.
     "Sumuhun Pak, yang bikin saya kesal anak sayateh setiap malam ikut ronda sampai begadang, padahal besoknya harus kerja pagi. Sekarang malah lagi sakit gara-gara kurang tidur" Ungkap ibu gendut yang ikut kesal.
     "Angkot neng?" Ucap pak supir pada seorang siswi yang berdiri seorang diri. Ku temukan bu Lilih pun naik dari perempatan Kertasari. Biasanya, Ia usai dari pasar untuk membeli bahan bakso.
    "Eh neng, habis kuliah?" tanya bu Lilih padaku. Aku hanya mengangguk dan tersenyum. Tiba-tiba.
    "Bukkkkk" bu Lilih memukul keras kepala Pak Tua itu dengan keranjang kosong.
    " Orang Gilaaaaaa.. PKI .. PKI... berhenti pak berhenti…" teriak bu Lilih sambil menghentak-hentak kakinya dengan keras. Mataku tak dapat berkedip, semua penumpang mulai riuh dan seolah ingin segera turun.
    " Mana PKI bu? mana?" ungkap seorang pegawai market yang terlihat panik. Pak Tua itu menggedor-gedor angkot di tengah jalan.
    "Bu.. maneh teu waras nya? salah urang  naon? main pukul saja" mata Pak Tua itu kian tajam memandang bu Lilih tangannya mengangkat seolah hendak balas dendam.
    " PKI apaan? urang normal begini di sebut PKI. Dasar maneh ibu-ibu gelo" Pak Tua itu emosional.
    "Duh.. siang-siang bikin ribut di angkot saya. Turun bu turun. jangan-jangan Maneh PKI na" Ungkap pak supir dengan nada tinggi dan kasar. Bu Lilih diam dan ia tak ingin turun dari angkot.
    " Aduh bu.. sekarangmah musimnya rambutan jeung dukuh, bukn PKI. PKI masih di sebut-sebut. Itukan berita HOAX" ungkap seseorang di sampingku.
        "Diam!. suami saya kan ajengan, wajar kalau saya sesitiv" Jawab bu Lilih.
       "GANDENG! ngomong wae maneh! " kesal pak Tua pada bu Lilih.
        "Sudah.. sudah Pak bu..Berita PKI atau orang gila itukan……."
        "BUKKKK!!!"  Pak Tua membantingkan karung daun singkong itu ke arahku yang berada di belakangnya.
         "Neng.. neng.. Bangunsirna?" Tanya pak supir yang hendak membangunkanku.
         "annu pak.. iyaa" ahh aku malu bukan main. Segera ku turun dari angkot. Ini memalukan. Aku tidur di angkot untuk yang ke dua kalinya. Ah… Sial..
Tapi. Hatiku masih berdetak kencang. Masih merasakan ngilu dan was-was. Kepalaku menekuk. Padahal sebagai penikmat MEDSOS tak lagi ku dengar berita orang gila atau PKI disana. Hanya saja..dampak dari berita itu merugikan banyak orang. Ah tak kuasa ingin ku berteriak dan menjambak pada pelagiat berita HOAX ini. Kasihan temanku. Temanku, rakyatku. Eh.. tadi itu mimpi atau benar ya?. Lali aku… hmmm.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Meningkatkan Pribadi Agamis Melalui Sastra Islam